RUMAH POTONG UNGGAS (RPU) SEBAGAI BAGIAN DARI KESMAVET (KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER)

RUMAH POTONG UNGGAS (RPU) SEBAGAI BAGIAN DARI KESMAVET (KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER)

Oleh : Puthut Setyo Wibowo (pengelola program keswan & kesmavet dinas peternakan kab. lebak)

Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini menandakan bahwa kesmavet bukan hanya mengurusi produk asal hewan berupa pangan saja, tetapi lebih dari itu, kesmavet juga menangani permasalahan-permasalahan seputar penyakit yang dapat menular atau mempengaruhi kesehatan manusia.

Ruang lingkup dan fungsi kesmavet sesuai yang diamanatkan oleh UU No 18 tahun 2009 adalah;

  1. Pengendalian dan penanggulangan zoonosis;
  2. Penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalaln produk hewan;
  3. Penjaminan higiene dan sanitasi;
  4. Pengembangan kedokteran perbandingan.

Dengan demikian telah jelas bahwa permasalahan kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh hewan adalah salah satu peranan dari kesmavet.

Secara umum, permasalahan kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh hewan dapat dilakukan dengan pencegahan sedini mungkin. Hal ini tentu dilakukan selama proses itu berlangsung. Seperti contoh adalah pencegahan penyakit akibat mengonsumsi daging ayam. Proses keamanan pangan daging ayam ini harus dilakukan sedini mungkin, yakni mulai dari peternakan (farm) hingga daging ayam dikonsumsi (di meja makan). Sehingga salah satu permasalahan yang paling penting dalam proses panjang ini adalah permasalahan kelayakan Rumah Potong Unggas (RPU) sebagai sistem pertahanan untuk mencegah terjadinya zoonosa yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan kepada manusia.

Definisi Rumah Potong Unggas, Menurut SNI 01-6160-1999 yaitu suatu kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Dalam UU no 18 tahun 2009 pada pasal 61 yang menyebutkan bahwa kegiatan pemotongan hewan/unggas yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di RPU dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan sehingga RPU memegang peranan yang sangat penting dan dapat dikatakan sebagai barrier atau pertahanan terhadap penyebaran penyakit yang bersifat zoonosis dan menjadi tempat penghasil dan penjamin daging ayam yang ASUH. Bahkan RPU merupakan penentu dari proses panjang perjalanan peternakan ayam, karena bagaimana pun sehatnya ayam yang kita pelihara, jika ditingkat RPU (hilir) pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan, maka kecenderungan menimbulkan penyakit akan besar.

Sumber: Dokumentasi pribadi (TPU Rangkasbitung)

Dengan demikian, yang patut kita cermati dan perhatikan adalah kelayakan RPU. Sejauh mana RPU tersebut mampu menyediakan daging ayam yang memenuhi persyaratan teknis higiene dan sanitasi. Dalam mewujudkan RPU yang sesuai dan layak maka peran pemerintah pusat dan daerah perlu dioptimalkan sesuai dengan amanat UU No 18 tahun 2009 pasal 63, yang menyebutkan bahwa untuk menciptakan kegiatan higiene dan sanitasi PERLU DILAKSANAKAN ;

  • Pengawasan, inspeksi, dan audit terhadap rumah potong;
  • Surveilans terhadap residu obat hewan, cemaran mikroba, dan atau cemaran kimia
  • Pembinaan terhadap orang yang terlibat langsung dengan aktivitas tersebut.

Berdasarkan nomor kontrol veteriner (NKV) Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Deptan, RPU yang memenuhi persyaratan teknis higiene dan sanitasi hanya kurang lebih 19 buah dengan kapasitas 20.000-30.000 ekor/hari (data tahun 2006). Hal ini sangat memprihatinkan. Betapa tidak, jumlah tersebut jelas tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga tentu saja sebagian besar dihasilkan dari RPU tradisional atau bahkan bukan dari RPU (pemotongan ayam dilakukan bukan pada tempatnya).

Seperti kita ketahui bersama bahwa pemotongan ayam bukan dari RPU dalam pelaksanaannya dapat dipastikan kurang memperhatikan persyaratan teknis higiene dan sanitasi. Demikian pula pada beberapa RPU tradisional. Jadi, ketika masyarakat ingin meminta daging ayam yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) tentunya hal ini dimulai bukan saja dari hulu (peternakan) tetapi juga dilakukan di RPU. Maka hal yang tidak berlebihan jika kita semua berupaya memperhatikan bahkan berusaha mendirikan RPU secara pribadi atau kolektif yang memenuhi persyaratan teknis higiene dan sanitasi.

 

Upaya Mendirikan RPU

Dalam mendirikan RPU, walaupun cukup sederhana dan tidak menggunakan peralatan yang canggih serta mahal, tapi terpenting adalah teknik pemotongan atau proses pemotongannya tetap halal dan memenuhi aspek kesehatan. Bahkan dari segi ekonomi pun menguntungkan. Proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Untuk itu, dalam pemotongannya diusahakan dibagi ke dalam beberapa bagian (kompartemen). Hal ini dilakukan dengan harapan tidak terjadi pencemaran silang (cross contamination) antar ruangan.

Aspek yang harus dipenuhi dalam RPU adalah lokasi, bangunan dan ruangan, peralatan dan fasilitas.

  1. Lokasi

Lokasi RPU jauh dari polusi udara dan industri yang dapat mencemari pangan, bebas banjir, bebas dari infestasi hama, dan memudahkan dalam pembuangan limbah padat dan cair.  Lokasi RPU tidak bertentangan dengan rancangan umum tata ruang (RUTR), rencana detail tata ruang (RDTR) setempat dan atau rencana bagian wilayah kota (RBWK) dan tidak berada di bagian kota yang padat penduduk dan wilayahnya lebih rendah dari pemukiman penduduk agar tidak menimbulkan gangguan/ pencemaran lingkungan (SNI 01-6160-1999).

  1. Bangunan dan Ruangan

Konstruksi bangunan pabrik terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dipelihara, dibersihkan dan didisinfeksi.  Kondisi-kondisi berikut ini diperlukan untuk melindungi makanan dari bahaya keamanan dan untuk mempertahankan mutu, diantaranya:

  • Adanya pembagian ruang bangunan utama antara daerah bersih dan daerah kotor;
  • Permukaan dinding pemisah dan lantai terbuat dari bahan yang tidak korosif dan tidak beracun;
  • Konstruksi langit-langit sedemikian rupa sehingga mencegah akumulasi debu dan kondensat, tidak mudah terkelupas sehingga dapat menimbulkan partikel halus dan tinggi sekurangnya 3 meter dari lantai;
  • Lantai terdiri dari bahan kedap air, halus, tidak licin dan mudah dibersihkan dan didisinfeksi;
  • Permukaan yang kontak dengan pangan bersih, rata, mudah dibersihkan dan didisinfeksi;
  • Jendela mudah dibersihkan dan konstruksi sedemikian rupa sehingga mencegah akumulasi debu dengan tinggi sekurangnya 1 meter dari lantai dan dilengkapi kawat kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan;
  • Pintu memiliki permukaan yang rata, nonabsorbant, mudah dibersihkan dan didisinfeksi. Pertemuan antara dinding dengan lantai, dinding dengan dinding bentuknya melengkung dan kedap air;

 

Sumber: RPU Saliman Yogyakarta
Sumber: RPU Saliman Yogyakarta

Sumber: RPU Saliman Yogyakarta

Tentunya dalam mendirikan RPU tersebut harus memenuhi prosedur pembentukannya atau harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pihak-pihak terkait. Namun, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat bahwa daging ayam mempunyai kualitas yang berbeda, tergantung pada proses pemotongan di RPU. Selain itu, pembenahan peranan sistem kesehatan masyarakat veteriner juga perlu ditingkatkan. Bahkan selama ini peranan penting kesmavet belum disadari dan dimengerti oleh sebagian masyarakat. Sehingga adanya isu-isu keamanan pangan seperti isu pemakaian formalin sebagai pengawet makanan seharusnya dijadikan sebagai momen awal kebangkitan RPU. Hal ini sangat beralasan, karena jika proses pemotongan ayam baik dan sesuai prosedur, ayam tidak perlu diformalin, bahkan dapat dijual sampai sore dengan penyimpanan dalam es atau dibekukan.

 

Perlu penyadaran semua pihak

Dalam mewujudkan adanya RPU sesuai kriteria, kita butuh penyadaran dari semua pihak. Baik pihak produsen maupun konsumen serta pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Semua komponen tersebut harus bersama-sama kembali saling memahami bersama bahwa keamanan pangan adalah hal yang mutlak diperoleh sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hal ini tercantum dalam UU No. 18 tahun 2009 pada pasal 56.b yang menyatakan bahwa kegiatan kesmavet merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan yang dapat memberikan penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan atau yang lebih dikenal dengan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illnes) adalah dua elemen penting dalam suatu program keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan (produsen) dan konsumen.

Terkait dengan hal tersebut, RPU sebagai bagian dari kesmavet harus mutlak diperlukan. Pengadaannya sebaiknya didirikan di beberapa daerah, terutama di daerah yang mempunyai jumlah pemotongan ayam yang relatif tinggi, termasuk di daerah yang konsumsi ayamnya tinggi, seperti di daerah-daerah kota besar. Pengadaan RPU ini bukan hanya sebatas antisipasi terhadap penyakit zoonosa saja. Tapi lebih dari itu, dengan adanya RPU diharapkan adanya suatu kontrol kesmavet yang berkesinambungan, karena di lini RPU-lah permasalahan atau kasus pangan yang berasal dari produk peternakan ayam akan terdeteksi dan termonitor. Tanpa harus menunggu terjadi kejadian, yang tentunya dalam menghadapi kejadian tersebut akan memakan biaya yang sangat besar dalam memadamkannya. Sehingga kita berharap, agar semua pihak memahami bahwa keberadaan RPU bukanlah untuk mengedepankan ego pihak tertentu. Tetapi lebih dari itu, pendirian RPU sebagai upaya pencegahan (upaya preventif) dalam penyelamatan aset-aset bangsa.

 

Sumber

  • BSN [Badan Standardisasi Nasional]. Standard Nasional Indonesia (SNI) 01-6160-1999 tentang Persyaratan Rumah Pemotongan Unggas.  Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
  • Lukman DW, dan Latif H.   Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).  [Bahan Kuliah].  Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
  • Pemerintah RI. 2009. Undang-Undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta: DPR RI & Presiden RI.

Terkait

Komentari

Surel Anda tetap rahasia. Kolom yang harus diisi ditandai dengan *
Anda boleh menggunakan label dan atribut HTML: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

SEJARAH PIMPINAN DISNAKKESWAN
  • Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
    Rahmat Yuniar,.SP.,M.Si
    Tahun 2022-Sekarang
PRESTASI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Pegawai
INFOGRAFIS
Harga Produk Hewan