Disusun oleh : Asep Rohimat K SPt
Lama sesudah kita menyebar ke seantero bumi, manusia masih tetap bertahan hidup dengan berburu dan memakan biji-bijian dan buah-buahan, serangga, ganggang, kadal, telur dan umbi-umbian. Tapi sekitar 10.000 tahun lalu, kita mulai membuat satu perubahan mendasar dalam cara hidup manusia. Bayangkan sekelompok manusia menemukan sekawanan domba liar. Para manusia membunuh dan memakan satu atau dua domba, tapi domba yang tersedia lebih banyak daripada yang langsung dimakan sehingga para manusia mengikuti kawanan domba liar selama berminggu-minggu. Sekali-sekali para manusia membunuh domba untuk dimakan, utamanya yang sudah tua dan lemah.
Suatu hari, para pemburu menemukan lembah buntu yang disitulah mereka bisa mengurung domba. Melakukan itu berarti mereka harus menetap, setidaknya untuk sementara. Dimulut lembah mereka mendirikan tenda atau pondok. Para pemburu pun berubah menjadi penggembala. Mereka bisa memperlakukan domba sebagai simpanan makanan, cadangan kalau tak menemukan hewan buruan lain. Mereka melatih anjing untuk membantu menggembala domba.
Selagi mereka membunuh dan memakan domba yang tidak dikehendaki, mereka pelan-pelan membiakan satu spesies dengan sifat-sifat yang lebih berguna. Hewan-hewan yang dulu kurus itu berevolusi sampai jadi gemuk, dengan wol yang lebih tebal. Selagi para pengembala menangkap dan mengandangkan hewan-hewan lain, hewan-hewan itu juga berevolusi dengan cara-cara berguna. Sapi yang tadinya berbahaya ketika liar, jadi jinak dan terus menghasilkan susu bahakan sesudah anak sapinya disapih. Babi hutan yang langsing dan gesit berubah menjadi babi ternak yang gemuk.
Sementara kaum laki-laki mengembala, perempuan mengumpulkan biji-bijian di alam liar dan kadang-kadang menyimpannya. Mereka menyadari bahwa bulir-bulir itu benih. Jadi ketika makanan sukar ditemukan dalam setahun, mereka menggores tanah dan menebar benih disana, berharap mendapatkan hasil. Dan ketika panen, mereka mendapat lebih banyak biji-bijian daripada yang disediakan alam untuk dimakan atau disimpan selama musim dingin.
Sesudah menanam tanaman, manusia punya alasan selain ternak untuk bertempat tinggal. Dan disinilah kehidupan pertanian dan desa berawal. Perubahan ini bersamaanย dengan permulaan zaman yang disebut zaman batu baru, ketika manusia membuat alat lebih halus dari batu yang dipoles atau digiling. (James C. Davis, 2018)
Seiring berjalan waktu dan kemajuan terbentuklah masyarakat urban, ada kota dan desa. Dan dengan semakin intensifnya agrikultur terjadi persaingan dengan ternak gembala. Penggembala jadi benalu bagi agrikultur dan tidak mungkin ada tanpa peran dan keterkaitan dengan penduduk yang bisa menghasilkan surplus makanan selain yang mereka perlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Orang-orang kota membeli makanan hasil para petani yang ditukar dengan manufaktur dan jasa urban. Sementara para penggembala perlu membeli produk hasil dari masyarakat yang sudah menetap dengan cara menjual hewan ternak dan kulit hewan. Walaupun pengembala ini telah meninggalkan agrikultur, cara hidup mereka yang baru ini bukan hanya bersifat pasca agrikultural tetapi juga bisa dipraktekan dalam suatu simbiosis dengan para tetangganya yang menggarap tanah secara menetap. Dengan syarat semacam ini, nomadisme penggembala menjadi cara paling produktif untuk memanfaatkan tanah kering berumput tanpa harus merusaknya. Pengolahan tanah semacam ini bisa menemui hasil yang lebih banyak dalam waktu yang pendek. Disebuah padang rumput, nomadisme penggembala adalah bentuk ekspolitasi alam yang paling menguntungkan tanpa harus membuatnya menjadi tandus.
Agar tanah kering berumput bisa mendukung perkembangbiakan ternak secara maksimal, pengembara penggembala harus selalu memindahkan ternaknya dari satu padang rumput ke padang rumput lainnya dalam sebuah orbit musim yang teratur. Dia tidak dapat menggiring kawanan ternaknya mengikuti orbit tanpa bantuan non-manusia seperti kuda dan onta, dan pengembaraan ini harus direncanakan secara hati-hati dan dibuat sempurna agar tidak menimbulkan bencana, para penggembala ini harus bersikap sangat disiplin terhadap diri sendiri, hewan pembantu dan ternaknya. Logistik selama penggembalaanย menyerupai logistik operasi militer, dan konsekuensinya melatih penggembala berperang yang mobile.
Bagi manusia, penjinakan kuda menghasilkan bantuan dalam nomadisme penggembala, namun kuda asli yang telah dijinakkan merupakan binatang lemah. Kuda ini tidak sanggup membawa beban manusia penunggangnya, dan diperlukan 4 ekor kuda untuk menarik sebuah kereta beroda 2. Dibutuhkan 1.000 tahun penjinakan kuda untuk menghasilkan kuda yang dapat membawa pasukan kavaleri dengan perlengkapan ringan, dan beberapa abad lagi untuk menghasilkan โkuda yang hebatโ yang mampu menggotong baju besinya sendiri serta penunggangnya dengan baju besi perangnya. (Arnold Toynbee, 2014)
Landasan ilmu peternakan adalah pengetahuan. Perkembangan ilmu peternakan ini dimulai oleh para pelopor dimasa yang lalu. Dari saat manusia untuk pertamakalinya berusaha menjinakan hewan liar hingga jaman sekarang. Tatkala masih hidup, hewan dimamfaatkan air susunya, woolnya, tenaga kerjanya, untuk transportasi, perlindungan, olahraga serta kesenangan. Apabila sudah dipotong ternak menghasilkan daging serta produk lain mulai dari lem sampai obat, baju sampai pupuk. Tidak banyak produk-produk bahan lain yang memiliki keragaman penggunana demikian luas.
Orang-orang mesir kuno telah memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan ilmu peternakan. Lukisan-lukisan peninggalan 2625 tahun sebelum masehi memperlihatkan gambaran sapi-sapi betina yang diperah susunya. Sejak waktu yang tidak diketahui dengan pasti, babi telah menjadi bagian kehidupan manusia. Babi telah tersurat dalam tulisan penulis Cina pada 4900 tahun sebelum masehi. Dan menurut tulisan di Inggris, babi telah dikenal sekitar 800 tahun sebelum masehi. Domba diperkirakan mulai dijinakkan pada awal jaman neolithik sehingga merupakan jenis ternak pertama yang dijinakan. Diperkirakan domba diternkan pertama kali di Asia barat dan tengah. (James Blakely dan David H.Bade, 1998)
- Blakely, James dan David H.Bade (1998). Cetakan ke IV. Ilmu Peternakan Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
- Davis, C. Davis (2018). The Human Story Terjemahan. PT. Bentara Aksara Cahaya. Tangerang Selatan.
- Toynbee, Arnold (2014) cetakan ke V. Sejarah Umat Manusia Terjemahan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
- Google image