PENANGANAN INDUK PADA SAAT PARTUS DAN POST PARTUS

PENANGANAN INDUK PADA SAAT PARTUS DAN POST PARTUS

Oleh :  Jamaluddin ZA, S.Pt (Kasi Budidaya Peternakan Disnak Lebak)

Partus adalah proses fisilogik yang berhubungan dengan pengeluaran fetus dan plasenta melalui saluran reproduksi.  Ketika proses kelahiran hormon progesteron akan rendah, hormon estrogen meningkat, hormon oksitocin dan prostaglandin juga terjadi peningkatan. Peningkatan prostaglandin menyebabkan lysisnya corpus luteum sehingga kadar progesteron rendah.  Rendahnya hormon progesteron dan meningkatnya hormon estrogen pada saat menjelang kelahiran akan mengakibatkan terjadinya kontraksi myometrium yang membantu proses kelahiran. Peningkatan oksitosin menyebabkan uterus lebih sensitif  terhadap estrogen yang mengakibatkan meningkatnya kontraksi myometrium.

 Penanganan yang tepat pada saat partus dan post partus pada induk sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan proses reproduksi ternak selanjutnya atau kebuntingan berikutnya.  Kerusakan alat reproduksi sangat rentan pada saat proses kelahiran dan pada awal setelah melahirkan.  Ternak pada saat partus  dan post partus harus diamati apakah terjadi masalah dalam saluran reproduksi. 

Setelah melahirkan akan keluar lochea atau leleran dari saluran reproduksi, keluarnya lochea merupakan hal yang normal setelah ternak melahirkan. Penting diperhatikan selama proses kelahiran agar mengeliminir bakteri yang masuk ke saluran reproduksi, memastikan mukosa uterus kembali normal untuk menerima implantasi emberio dan siklus ovarim kembali normal. 

Penanganan kelahiran perlu perlakuan yang lege artis agar tidak terjadi kerusakan atau tidak terjadi gangguan reproduksi.  Sering terjadi gangguan reproduksi terutama kasus endometritis.   Oleh karena itu penanganan yang baik pada saat proses partus dan post pastus sangat menentukan untuk tidak terjadi gangguan reproduksi pada induk ternak. Setelah melahirkan harus dilakukan managemen pengendalian reproduksi post partus yaitu mengecek selama 14 hari setelah melahirkan dan setelah 14 hari melahirkan baik kelahiran normal maupun kesulitan melahirkan (distokia).  Pengecekan dilakukan apakah ada leleran yang abnormal, sikus estrus tidak teratur, tidak menunjukkan estrus setelah 50 hari melahirkan (Anestrus), dikawinkan sebanyak tiga kali tidak terjadi kebuntingan dan dilakukan pemeriksaan kebuntingan setelah 2 bulan dikawinkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadi peradangan uterus.  Peradangan uterus post partus diantaranya adalah acute endometritis, cronic endometritis dan piometra.  Faktor predisposisi endometritis adalah distokia, retensio secundinae, kelahiran kembar dan induksi, kembalinya aktifitas ovarium, situasi yang memungkinkan bakteri masuk dan penyakit metabolisme.

Acute endometritis

Acute endometritis adalah kejadian endometritis pada waktu kurang dari 14 hari post partus.  Tanda-tandanya adalah keluar leleran yang bau bercampur darah dan lochea, ternak terlihat sakit bahkan sakit yang serius, demam tinggi, nafsu makan menurun, produksi susu turun. Jika tidak segera ditanggulangi bisa mengakibatkan kematian dan jika dibuka uterus ukuran besar dengan sisa lochea yang banyak dan membusuk.

Penanganan ternak yang terkena penyakit endometritis acute menurut Setiadi (2019) adalah dengan menggunakan antibiotik lokal dan parenteral.

Cronic Endometritis dan piometra

Cronic endometritis adalah kejadian endometritis lebih dari 14 hari setelah melahirkan. Tanda-tanda sebagai berikut : hewan tidak menunjukkan gejala sakit, pengumpulan lendir keruh hingga bentuk nanah. Perlu pemeriksaan internal (vaginoskop, USG) dan seviks tidak terbuka.  Sedangkan pyometra adalah terjadinya akumulasi eksudat purulent di dalam uterus, terjadinya penimbunan nanah di dalam uterus lebih dari 200 ml dan terdapat corpus luteum persisten.Penanganan, bila ada corpus luteum terlebih dahulu dilysiskan dengan prostaglandin.  Jika sudah lysis akan terjadi estrus dan serviks akan terbuka lalu leleran akan keluar baru kemudian di spul dengan antibiotik (Setiadi, 2019).

 

Waktu yang Tepat untuk Mengawinkan Ternak Ruminansia Post Partus

Setelah melahirkan ada proses involusi uteri atau kembali normalnya ukuran uterus ke ukuran sebelum bunting. Saat involusi uteri terjadi proses regenerasi epitel endometrium, pengecilan serat urat otot myometrium, pengecilan pembuluh-pembuluh darah uterus.  Kecepatan involusi uteri tergantung pada kontraksi myometrium, pengeluaran infeksi bakteri dan regenerasi endometrium.

Setelah involusi uteri terjadi birahi pertama, birahi pertama tidak dilakukan perkawinan, hal ini bertujuan agar uterus lebih siap untuk melakukan proses reproduksi. Kemudian setelah siklus birahi kedua, ternak sudah dapat dilakukan perkawinan.  Tujuan dikawinkan pada siklus birahi ke dua selain kesiapan saluran reproduksi juga untuk memperpendek calving interval agar tidak terjadi kerugian ekonomi yang ditimbulkan baik biaya pemeliharaan maupun biaya tenanga kerja akibat terlalu lama  dikawinkan kembali setelah melahirkan.

Kerugian Akibat Gangguan Reproduksi

Banyak kerugian akibat dari gangguan reproduksi, kerugian akibat gangguan reproduksi post partus diantaranya jarak kelahiran akan lebih panjang, kerugian ekonomi karena tidak  menghasilkan pedet dan susu pada kambing perah dan sapi perah, akibat jangka panjang afkir hewan, peningkatan populasi terhambat dan biaya pemeliharaan yang tinggi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA :

 

Setiadi A. M. (2019) Menajemen Kesehatan Reproduksi Div. Repdoduksi dan  

                   Kebidanan Dept. Klinik Reproduksi & Patologi |  Fak. Kedokteran

                   Hewan |  IPB. Presentasi pada Pelatihan Vokasi ATR Cinagara Bogor

Waluyo T. S. (2019) Gangguan Reproduksi (Kebidanan). Presentasi Diklat Vokasi

                 ATR. BBPKH Cinagara Bogor

Terkait

Komentari

Surel Anda tetap rahasia. Kolom yang harus diisi ditandai dengan *
Anda boleh menggunakan label dan atribut HTML: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

Pegawai
Harga Produk Hewan
INFOGRAFIS