Diare adalah gangguan pencernaan makanan, keadaan dimana seekor ternak mengeluarkan feses dengan jumlah melebihi normal dengan bentuk yang lebih encer dibandingkan dengan ukuran feses normal. Diare atau mencret sering terjadi pada ternak ruminansia. Diare mengakibatkan banyak cairan tubuh ternak yang keluar dari tubuh, sehingga mengakibatkan ternak kekurangan cairan. Diare pada ternak bisa berakibat buruk jika penanganan tidak tepat dan lambat. Penanganan utama pada ternak diare adalah penanggulangan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh. Apabila dehidrasi tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat berakibat fatal terhadap ternak seperti kematian ternak.
A. Penyebab Diare
Penyebab diare pada ternak ruminansia bermacam-macam ada beberapa faktor yaitu faktor infeksius dan faktor non infeksius. Diare yang terjadi akibat infeksi diantaranya akibat bakteri, virus dan protozoa. Gejala diare yang timbul akibat infeksi adalah ternak terlihat lemah, feces encer dan sering, turunnya nafsu makan, menurunnya bobot badan ternak, merejan, feses berbau menyengat dan ada juga yang disertai bercak darah.
Menurut Subronto (1989) bahwa agen-agen penyakit yang paling sering mengakibatkan diare meliputi :
- Kuman : E. coli, Salmonella spp. dan Clostridium perfringens tipe A, B dan C
- Virus : Rota-virus, Corona-virus dan Bovine viral diarrhea
- Protozoa : Eimeria sp.
Selain diare yang disebabkan oleh infeksi ada juga diare yang disebabkan non infeksi diantaranya perubahan pola makan ternak dan perubahan lingkungan, gejala diare non infeksius yaitu feses lembek sampai encer, nafsu makan tidak berubah dan tubuh masih terlihat segar.
B. Penanganan Ternak Diare
Penanggulangan diare akibat infeksi pada ternak ruminansia yaitu dilakukan pemisahan ternak yang terkena diare dari ternak yang sehat, diberikan cairan faali dan elektolit baik secara oral atau melalui intravena tergantung tingkat dehidrasi.
Cairan elektrolit oral bisa dibuat langsung oleh peternak, karena pembuatan cairan elektrolit oral sangat sederhana. Tujuan pemberian cairan elektrolit untuk menanggulangi dehidrasi akibat diare atau menggganti cairan yang keluar dari tubuh ternak. Bahan pembuatan cairan elektrolit oral adalah air, gula dan garam. Perbandingan air gula dan garam adalah 1 sendok makan gula ditambah 1 sendok makan garam dimasukkan ke dalam air sebanyak 2,5 liter. Pemberian cairan elektrolit oral adalah 7 gelas untuk bobot badan 10 kg. Selain pemberian elektrolit oral kebersihan kandang juga harus tetap dijaga, kandang ternak yang terinfeksi dilakukan desinfeksi kandang.
Kematian pedet akibat diare sangat tinggi, Anak sapi usia satu hari sampai satu bulan paling rentan terserang diare karena pedet yang baru lahir harus menyesuaikan dengan lingkungan yang baru setelah keluar dari dalam kandungan induknya. Lingkungan baru di luar kandungan induk sangat berbeda dengan keadaan selama di dalam rahim atau uterus induk, dalam uterus selalu tercukupi seluruh kebutuhan nutrisi, kondisi yang steril dan hangat. Kondis tersebut sangat berbeda setelah lahir ke alam fana harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baru yang belum tentu steril, suhu lingkungan yang bisa berubah-rubah dan sebagainya. Pelaksanaan good farming practice dan pemenuhan nutrisi oleh peternak pada pedet sangat penting agar pedet tetap sehat.
Perlu diperhatikan pengelolaan lingkungan oleh peternak yaitu sanitasi kandang, kandang yang kering, sirkulasi udara yang baik dan kandang yang terkena cahaya matahari. Oleh karena itu perlu pencegahan dan penanganan diare yang cepat dan tepat agar pedet tidak terjangkit diare atau jika terjangkit dapat ditanggulangi. Pedet yang terkena diare diawali dari ternak lemah kemudian lumpuh pada kondisi yang lebih parah akan terjadi kematian. Oleh karena itu pemberian cairan faali dan elektrolit sangat dibutuhkan. Menurut Subronto (1989) larutan yang dipersiapkan dengan susunan sebagai berikut :
NaCl (Garam dapur) 113,6 g
KCl 50,3 g
NaHCO3 (bicnat) disebut juga baking soda 108,9 g
Glukosa 535,1 g
Glysin 223,1 g
1031,0 g
Campuran senyawa-senyawa tersebut sebanyak 38,2 g dilarutkan ke dalam 1 liter air, digunakan untuk minum pedet penderita. Perlu dilakukan untuk tidak memberikan pedet penderita air susu atau air susu pengganti (milk replacer) selama 1-2 hari, sampe diare dapat diatasi. Perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik secara intravena atau intramusculer apabila diizinkan pemakaiannya oleh dokter hewan.
Anak yang tidak disusui oleh induknya bisa diberikan susu pengganti, sebaiknya susu pengganti yang diberikan jangan susu formula bayi manusia karena akan menyebabkan diare pada pedet. Susu yang dapat diberikan adalah susu dari induk lain atau susu buatan untuk pedet atau susu kemasan full cream. Selain pemilihan susu yang akan diberikan, kebersihan peralatan terutama botol susu harus di jaga, setelah memakai botol susu langsung dicuci dengan bersih dan direndam dengan air panas.
Selain penanganan diatas, ternak ruminansia yang terkena diare bisa ditangani juga dengan pengobatan tradisional misalnya pemberian arang. Arang ditumbuk halus dan dicampur dengan air lalu dicekokin pada ternak yang terkena diare. Pengobatan diare juga bisa dilakukan dengan pemberian daun jambu biji yang ditumbuk dengan halus dan dicampur dengan air lalu dicekokin pada ternak yang terkena diare.
Penanganan diare non infeksius yang diakibatkan perubahan pakan yaitu perubahan pemberian pakan tidak dilakukan sekaligus, perubahan pakan dilakukan bertahap sedikit demi sedikit. Jika diare akibat perubahan lingkungan maka diupayakan pada saat penanganan ternak agar tidak terjadi stress. Karena stress juga dapat menyebabkan diare pada ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Subronto (1989) Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yokyakatra
Saoni, R. (2005) Penyakit pada Ternak Kambing dan Domba. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. BBDAPK. Cinagara. Bogor