Oleh: Iqin Zaeny Mansur, S.PT
Penyakit kecacingan (helminthiasis) hampir selalu dijumpai pada setiap ternak namun seringkali dianggap remeh oleh peternak karena resiko kematian yang ditimbulkan relatif kecil. Akan tetapi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit kecacingan cukup besar, antara lain penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia serta kematian ternak pada infestasi cacing yang parah.
Penyakit kecacingan yang sering dijumpai diantaranya adalah Cacing Hati (Fasciolisis).
Apakah Fasciolosis itu?
Fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola Sp. Spesies yang umum ditemukan pada ternak di Indonesia adalah Fasciola gigantica.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing hati Fasciola Sp. yang hidup di dalam hati dan saluran empedu serta memakan jaringan hati dan darah.
Telur cacing hati banyak dijumpai pada daerah berair. Telur cacing hati (Serkaria) berenang menuju rumput dan dedaunan. Telur cacing hati juga disebarkan oleh siput air tawar. Cacing hati masuk ke dalam tubuh ternak melalui telur cacing yang termakan bersamaan dengan rumput/dedaunan yang tercemar telur cacing hati.
a. Ternak Rentan
Beberapa jenis ternak yang rentan terhadap serangan cacing hati diantaranya: sapi, kerbau, kambing dan ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih rentan daripada ternak dewasa.
b. Tanda-tanda Klinis
Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas.
Pada Domba dan kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian mendadak dengan darah keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain ternak malas, tidak gesit, nafsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara rahang bawah yang disebut “bottle down jaw”, bulu kering dan rontok, perut membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.
c. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan diteguhkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel kotoran (feses) untuk mengidentifikasi adanya telur cacing. Pemeriksaan pasca mati juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi cacing dewasa pada organ yang terserang.
d. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memberantas vektor penyakit yaitu memberantas siput secara biologik, misalnya dengan pemeliharaan itik/bebek, ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan air), rumput jangan diambil dari daerah sekitar selokan.
e. Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral albendazole, dosis pemberian sebesar 10 – 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badan atau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan. Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.
Daftar Pustaka:
- Syukur Abdul, Ir., 2017, 99% Gagal Beternak Kambing, Penebar Swadaya, Jakarta
- Kaleka Norbertus & Haryadi Nur Kholis, 2013, Beternak Kambing Tanpa Bau, Angon, dan Ngarit, Cetakan I, Arcita, Surakarta
- Rukmana Rahmat H., 2015, Wirausaha Penggemukan Ternak Sapi Potong, Lily Publisher, Yogyakarta
- Tyas, drh., 3 Juli 2014, Waspada Cacing Hati Pada Ternak, http://disnakkeswan.jatengprov.go.id/read/waspada-penyakit-cacing-hati-pada-ternak