Oleh Hanik Malichatin
Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara intensif karena sebagai sumber protein hewani. Produk yang dihasilkan dari ternak itik yaitu daging dan telur. Saat ini banyak sekali dijumpai produk olahan dari ternak itik yang digemari masyarakat. Permintaan pasar terhadap produk ternak itik memiliki prospek yang bagus. Salah satu tantangan yang dihadapi peternak yang melakukan budidaya itik adalah mengenai adanya serangan penyakit Botulisme. Penyakit ini umumnya menyerang itik yang digembalakan.Meskipun itik dikenal lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan dengan ternak unggas lainnya, akan tetapi harus dipersiapkan pencegahan penyakit secara intensif. Hal tersebut dikarenakan jika penyakit sudah berhasil menyerang ternak itik, bukan saja penurunan produksi bahkan bisa terjadi kematian pada ternak itik. Pencegahan selalu lebih baik dibandingakan dengan pengobatan. Jadi, lebih baik mencegah itik terserang penyakit ini daripada harus mengobatinya.
Botulismus merupakan penyakit yang bersifat neuroparalitik (melumpuhkan syaraf), dan biasanya berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan karena paparan toksin dari berbagai biotipe Clostridium botulinum (C. botulinum). Pada unggas, penyakit botulismus disebut juga limberneck, western duck sickness, duck disease dan alkaline poisoning. Toksin syaraf (neurotoksin) yang dihasilkan C.botulinum yang bertahan dalam suhu kamar atau suhu dingin, tetapi tidak tahan panas dan dapat diinaktifasi pada 100OC selama 10 menit.
Penyebab botulismus adalah toksin/racun dari Clostridium botulinum, spora dari C. botulinum tersebar dalam tanah, tumbuh-tumbuhan, isi usus hewan mamalia, unggas dan ikan. Dalam kondisi tertentu, spora dapat bergerminasi menjadi sel vegetatif yang dapat menghasilkan toksin. Botulismus merupakan gejala keracunan yang terjadi karena aktivitas neurotoksin botulinum. Spora C. botulinum dapat bertahan sampai 3 – 4 jam jika dididihkan atau pada suhu 105°C selama 100 menit. Spora dapat dibunuh oleh klorin atau larutan hipoklorit.
Mekanisme masuknya C. botulinum toksigenik ke dalam tubuh dapat melalui kontaminasi luka dan makanan. Kecepatan timbulnya gejala, keparahan dan lamanya penyakit tergantung pada jumlah toksin dan tipe toksin yang masuk ke dalam tubuh. Pada botulismus yang disebabkan oleh makanan, gejala m
mulai tampak beberapa jam sampai beberapa hari (2 – 8 hari) setelah tertelannya makanan yang terkontaminasi. Umumnya terjadi dalam 12 – 72 jam setelah makan. Botulismus pada itik biasanya merupakan keracunan makanan yang dapat membunuh sekelompok itik sekaligus. Peternak biasanya menemukan itiknya mati setelah mengalami kelumpuhan sesaat di sawah atau padang penggembalaan. Gejala pada itik ditandai dengan adanya inkoordinasi, lumpuh otot kaki, sayap dan leher, dan disusul dengan kematian mendadak. Gejala sampai kematian yang cepat dan terjadi hanya beberapa jam akan membedakannya dengan gejala penyakit oleh toksin lain seperti aflatoxin dan sebagainya.
Pencegahan botulismus di peternakan itik yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan tempat pakan dan minum dan tidak memberi itik makanan yang berasal dari bangkai yang busuk,Pengobatan harus diberikan segera karena jika terlambat pemberian antitoksin sudah tidak efektif lagi. Pengobatan botulismus pada unggas biasanya tidak sempat dilakukan karena pada umumnya sejumlah besar telah ditemukan dalam keadaan mati. Pemberian antibiotika dilakukan untuk mencegah infeksi sekunder. Toksin botulinum tidak dapat dinetralisir oleh antibiotika melainkan harus dengan antitoksin yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Natalia L dan A. Priadi. 2012. Botulismus : Patogenesis, Diagnosis Dan Pencegahan. BBVET Bogor. Bogor