KETERPADUAN PENGENDALIAN ZOONOSIS RABIES (ONE HEALTH)

Oleh: drh. Imam Alriadi ( Kasi Pengamatan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Dinas Peternakan Kab. Lebak )

 

One health adalah pendekatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu lintas sektor bersama masyarakat.  One health perlu dilaksanakan karena negeri Indonesia adalah hotspot dari beberapa emerging disease yang membahayakan keselamatan manusia. Dari emerging disease yang ada didunia, 70% diantaranya adalah penyakit zoonosis. Sehingga penting untuk melaksanakan one health baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional

Penyakit rabies adalah salah satu penyakit zoonosis yang tersebar di 25 (dua puluh lima) provinsi di Indonesia. Hanya 9 (sembilan)  provinsi yang telah bebas rabies, yaitu Banga Belitung, Kepulauan Riau, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, NTB, Papua dan Papua Barat. Fakta yang ada dilapangan tentang rabies antara lain :

  1. Anak Sekolah yang digigit HPR menganggap hal tersebut sebagai luka kecil sehingga tidak melaporkan ke puskesmas
  2. Banyak ibu hanya mencuci luka anaknya yang digigit HPR dan tidak dibawa ke puskesmas karena menganggap hal tersebut luka kecil
  3. Vaksinasi Hewan Penular Rabies masih kurang
  4. Susah menghitung jumlah populasi anjing

 

Dari fakta tersebut perlu dilaksanakan kegiatan pembebasan (eliminasi) penyakit rabies secara terpadu lintas sektor. Hal ini perlu dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari penyakit Rabies.

 

Syarat dari suatu wilayah bebas rabies adalah tidak adanya kasus positif rabies pada manusia dan hewan selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Menurut Kepala Subdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Kementerian Pertanian, drh. Arif Wicaksono  bahwa untuk menjamin tidak adanya kasus positif pada hewan, maka di daerah tertular rabies harus dilakukan vaksinasi pada semua HPR secara massal dengan tingkat protektifitas  (keberhasilan vaksinasi) minimal 70%, atau dilaksanakan vaksinasi 70% dari populasi HPR dengan tingkat protektifitas 100%.

 

Sedangkan untuk menjamin tidak adanya kasus lyssa (rabies) pada manusia, perlu dilakukan sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya penyakit rabies dan tata laksana penanganan gigitan HPR. Dinas kesehatan dalam hal ini wajib melaksanakan Standar Operasional Prosedur ( SOP ) tata laksana gigitan HPR yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Pencucian luka dengan air sabun yang mengalir selama 15 menit
  2. Injeksi VAR pada hari ke-0, 2 dosis
  3. Injeksi VAR pada hari ke-7, 1 dosis
  4. Injeksi VAR pada hari ke-21, 1 dosis

 

Pada kasus gigitan HPR, diharapkan Dinas Kesehatan dan Dinas yang membidangi keswan dan kesmavet di Provinsi Banten harus secara sinergi melaksanakan pengendalian dan pengawasan kasus rabies. Apabila Dinas Kesehatan melaksanakan tata laksana gigitan HPR, Maka Dinas Peternakan harus melaksanakan observasi HPR selama 14 hari. Diharapkan setelah 14 hari ditetapkan status dari HPR apakah positif atau negatif Rabies. sehingga apabila HPR negatif, maka injeksi VAR pada hari ke-21 tidak perlu dilaksanakan.

 

 

 

Daftar  Pustaka :

Kebijakan dan Strategi Pengendalian Zoonosis di Indonesia, Subdit zoonosis, Kementerian Kesehatan, 2018.

Kebijakan Pengendalian Rabies, Subdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan, Kementerian Pertanian 2018.

Pedoman pengendalian Rabies terpadu, Departemen Pertanian RI, Jakarta 2006

 

 

Terkait

Komentari

Surel Anda tetap rahasia. Kolom yang harus diisi ditandai dengan *
Anda boleh menggunakan label dan atribut HTML: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

SEJARAH PIMPINAN DISNAKKESWAN
  • Rahmat Yuniar,.SP.,M.Si
    Tahun 2022-Sekarang
Pegawai
Harga Produk Hewan
INFOGRAFIS