Oleh : drh. Imam Alriadi
Kabupaten Lebak dikenal sebagai sentra kerbau nasional. Hal ini sangat sesuai mengingat jumlah populasi kerbau di Kabupaten Lebak adalah yang paling tinggi di provinsi Banten. Mayoritas masyarakat desa di Kabupaten Lebak memilih kerbau sebagai sumber investasi mereka, dan menjadi peternak kerbau adalah pekerjaan mereka sehari hari. Tidak heran di tingkat nasional Kabupaten Lebak menjadi salah satu sentra peternakan dengan komoditas utama kerbau.
Meski dikenal sebagai sentra kerbau nasional, metode pemeliharaan kerbau yang peternak lakukan, berasal dari pengalaman nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun temurun. Mulai dari cara menggembalakan kerbau, memberi pakan, waktu memberi minum, mengandangkan, menentukan umur kerbau, berapa kali kerbau melahirkan, menggunakan obat obatan tradisional untuk mengobati ternak yang sakit, bahkan cara mereka menentukan status reproduksi ternak.
Dalam metode tradisional yang mereka lakukan, tidak ada rumus yang pasti dalam menentukan status reproduksi ternak kerbau, hanya perkiraan berdasarkan tanda-tanda yang tampak. Akan tetapi, biasanya peternak selalu benar dengan anggapan tersebut. Apabila kita bertanya kepada mereka, apakah kerbau mereka bunting atau tidak, dan mereka menjawab bunting, maka kemungkinan besar kerbau mereka bunting. Apabila peternak mengatakan kerbau mereka tidak bunting, kemungkinan besar kerbau mereka pun tidak bunting.
Hal tersebut bukan suatu kepastian. Banyak contoh kasus keragu-raguan peternak tentang status reproduksi kerbaunya, bahkan salah mengira status reproduksi kerbaunya. Salah satu contoh adalah Bapak Sarnubi, peternak kerbau asal kampung Pasir Awi, Desa Muara Dua, Kecamatan Cikulur. Awal tahun 2015 yang lalu, dia melaporkan bahwa kerbaunya mengalami keguguran. Usut punya usut, Pak Sarnubi memberi Obat Cacing pada kerbaunya, Ia mengira kerbaunya tidak bunting, padahal kebuntingan sudah berumur 6 bulan. Sayang dan malang, harapan punya kerbau lagi pun hilang karena obat cacing yang dapat menggugurkan kandungan. Contoh lain adalah Bapak Satibi, pemilik kerbau asal Desa Pasir Bedil, Kecamatan Warunggunung. Pertengahan tahun 2013 lalu, Ia memanggil dokter hewan karena Ia mengira kerbaunya bunting. Kerbaunya gemuk, sehat, dikira bunting, tapi ditunggu kok tidak kunjung lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter hewan mengatakan, “ternak bapak majir, indung telurnya tidak berkembang, sebaiknya dijual”.
Dari contoh diatas, kita mengetahui bahwa perkiraan tidak cukup untuk memastikan status reproduksi kerbau. Untuk memastikan status reproduksi kerbau, perlu dilakukan palpasi rektal. Palpasi Rektal adalah teknik meraba organ reproduksi kerbau betina melalui rektum / anus kerbau (dalam bahasa sunda disebut di kodok), sebagaimana gambar berikut:
Dengan meraba organ reproduksi kerbau tersebut, kita dapat memastikan status reproduksi kerbau, yaitu:
1. | Kerbau bunting |
Pada kerbau bunting, dengan pemeriksaan palpasi rektal, akan teraba bentuk rahim yang mulai asimetris, rahim menggembung seperti balon, cincin rahim (cervix) tertarik kearah rongga perut, bahkan dapat meraba fetus (anak dalam kandungan). Kondisi tersebut dapat ditemukan tergantung dari umur kebuntingan. Bila peternak mengetahui umur kebuntingan ternaknya, mereka akan memiliki gambaran kapan kerbau mereka lahir. Mereka juga akan lebih memperhatikan asupan pakan ternak mereka dan akan menjauhkan ternak mereka dari hal-hal yang dapat menyebabkan kerbau mereka abortus atau keguguran. |
|
2. | Kerbau tidak bunting dengan status reproduksi normal |
Pada kondisi ini, dengan pemeriksaan dengan palpasi rektal, akan teraba bentuk rahim yang simetris, normal, dan dapat meraba siklus ovarium (indung telur) yang normal pula. Bila peternak mengetahui hal ini, maka peternak akan segera mengawinkan kerbaunya agar cepat bunting. | |
3. | Kerbau tidak bunting dengan status reproduksi tidak normal. |
Pada kondisi ini, dengan pemeriksaan palpasi rektal, akan teraba banyak kemungkinan abnormalitas pada organ reproduksi kerbau, salah satu contohnya adalah corpus uterus (badan rahim) keras seperti papan. | |
Kondisi organ reproduksi yang tidak normal, terdiri dari dua keadaan, yaitu : |
1. | – | Organ reproduksi abnormal non permanen |
Yaitu gangguan reproduksi yang bisa sembuh dengan terapi dan pengobatan. Dalam hal ini, peternak disarankan untuk mengikuti program pengobatan dan saran dari petugas, agar status reproduksi kembali normal dan dapat dikawinkan. | ||
– | Organ reproduksi abnormal permanen | |
Yaitu gangguan reproduksi yang tidak bisa diobati dan tidak bisa sembuh. Biasanya kerbau yang menderita gangguan reproduksi permanen disarankan untuk dijual. |
Peternak yang mengetahui status reproduksinya secara pasti, akanmemutuskan apa yang harus mereka lakukan. Apabila kerbau mereka bunting, akan menjadi kabar gembira dan mereka akan memelihara kerbau dengan lebih baik. Apabila kerbau mereka menderita gangguan reproduksi, mereka segera mengobati kerbau atau mereka akan menjualnya. Hal ini dapat menghindarkan peternak dari kerugian baik dari segi waktu, tenaga dan biaya. (IA/17).
Sumber:
Lebak Sentra Kerbau Nasional, http://www.trobos.com/detail-berita/2016/08/01/8/7796/lebak-sentra-kerbau-nasional, 2016
Laporan Data Populasi, Produksi Daging, Produksi Telur. Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2016.
Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi (Gangrep), Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan Dan Keseehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2017
A.M. Sorensen, Jr. and J.R. Beverly, SOUTHERN REGIONAL BEEF COW/CALF HANDBOOK: DETERMINING PREGNANCY IN CATTLE, http://www2.ca.uky.edu/agcomm/pubs/asc/asc61/asc61, 2017
Sumber Gambar :
Gambar 2. http://cal.vet.upenn.edu/projects/fieldservice/dairy/perepro.htm (palpasi rektal)
Gambar 3. http://www2.ca.uky.edu/agcomm/pubs/asc/asc61/fff00016.gif